Senin, 22 November 2010

Pemasaran: QUO VADIS....?

“Pemasaran adalah totalitas seluruh bisnis yang berakhir atas dasar sudut pandang pelanggan. Keberhasilan bisnis perusahaan bukan ditentukan oleh produsen, melainkan pelanggan”.
Peter Drucker

Konsep pasar dewasa ini, ternyata tak luput dari intriknya politikus, reformasi. Banyak perubahan kritis telah terjadi, baik dalam pasar konsumen maupun pasar bisnis. Heterogenitas pemikiran ala reformasi, membuat makin bervariasinya gaya hidup konsumen. Pelanggan tidak hanya menuntut kualitas yang lebih tinggi dengan harga lebih rendah, namun juga penjaminan. Beberapa perusahaan mengira bahwa mereka telah mengukur kepuasan pelanggan. Semua manajer dan unit kerja dikerahkan untuk menghitung jumlah dan jenis keluhan pelanggan secara periodik. Namun itu tak berarti, bahwa pelanggan yang tidak puas pasti mengajukan keluhan; klaim. Tak ada pelanggan yang mengeluh. Yang terjadi, pelanggan berhenti membeli.
Dalam pemasaran, pelanggan adalah orang terpenting dan nomor satu di perusahaan; bukan kepala divisi atau direktur. Perusahaan dan bisnis bergantung pada pelanggan, karena ia adalah tujuan pekerjaan itu sendiri. Tak pernah ada yang menang berdebat dengan pelanggan. Pelanggan bukanlah sosok yang dapat diadu kepintarannya. Pelanggan menyebabkan naik turunnya bonus dan insentif. Pelanggan adalah sebab yang mengendalikan pendapatan. Tak peduli siapa yang ada dalam perusahaan itu. Jika perusahaan menyadari bahwa seorang pelanggan setia menyumbang pendapatan perusahaan sepanjang tahun, alangkah bodohnya mengabaikan keluhan dan perselisihan dengan pelanggan; meski hanya kecil dan sepele.

Persoalan keluhan, klaim dan perselisihan dengan pelanggan adalah soal distorsi transkomunikasi informasi. Manajemen konservatif lazimnya menilai hal itu adalah sedikit urgensinya. Namun perubahan pesat di era reformasi adalah globalisasi; sarat dengan teknologi informasi komunikasi. Akibatnya, perubahan pasar makin lebih cepat daripada percepatan teknologi itu sendiri. Teknologi dapat dimanipulasi, diisolasi atau bahkan dieksploitasi. Namun pelaku pasar adalah orang, bukan teknologi. Orang adalah supra sistem teknologi; yang menghancurkan dan membuat teknologi. Prinsip bisnis yang unggul dalam menjalankan perusahaan, tidak semata-mata bergantung pada teknologi. Terjadi paradoksal antara globalisasi dan kemajuan teknologi yang begitu banyak menghadirkan tantangan baru dan peluang pasar baru secara seketika dan sekaligus. Paradoksal itu mendasari perubahan-perubahan dramatis dalam kehidupan pasar.
Banyak perusahaan mulai menyadari pentingnya untuk berorientasi total ke pelanggan dalam semua kegiatan mereka. Keberhasilan pasar diperoleh bagi perusahaan yang paling cocok dengan total keinginan pelanggan. Pemasar adalah mereka yang sanggup memberikan sesuatu yang siap dibeli orang. Apapun, siapapun serta bagaimanapun yang ada dalam pemasaran adalah pencipta marketable value. Pemasaran merupakan sesuatu yang paling bertanggungjawab mengarahkan seluruh kegiatan perusahaan ke orientasi pelanggan. Dan, tentu saja perusahaan demikian digerakkan oleh mekanisme pasar. Betul, bahwa kebanyakan pelanggan adalah menjengkelkan dan mengesalkan. Pelanggan sering bersikap ingin menerima lebih banyak, untuk jumlah yang lebih sedikit mereka berikan. Namun pelanggan itu makhluk langka. Jika semua pelanggan lebih senang menyimpan semua uang yang biasa ia belanjakan, alamat perusahaan akan tinggal nama.
Masa sebelumnya, pemasaran berfokus pada bagaimana membuat penjualan sebanyak-banyaknya. Tapi apa gunanya membuat banyak penjualan jika tak banyak tahu tentang pelanggan. Pemasar ulung bukan banyak menjual; juga bukan menemukan peluang pasar. Pemasaran dengan konsep teknologi adalah memastikan jumlah pelanggan seumur hidup. Ada pergeseran (perubahan) dalam konsep pemasaran, dari transaksi ke pembentukan hubungan dengan pelanggan. Jika SDM dan Personalia adalah lumrah memiliki personnel database yang komplit; sangatlah tidak lumrah jika Pemasaran tak punya customer/consumer database yang tidak komplit.
Hampir semua karyawan di semua lini meyakini bahwa untuk melindungi dan mendongkrak laba perusahaan, strategi pertama adalah cost reduction, technology reengineering; dan tak ketinggalan rasionalisasi perampingan tenaga kerja. Tetapi benarkah jika perusahaan berhasil memotong ongkos produksi dan memangkas pekerja, perusahaan akan meningkat pendapatannya kendati tanpa visi pemasaran yang kongkrit dan reachable lengkap dengan kompetensi memasarkan? Apakah dengan kemajuan implementasi teknologi dan total produktivitas hasil yang semakin meningkat, memberi jaminan kepastian bahwa perusahaan akan meraup laba lebih banyak?
Banyak perusahaan merancang produk melalui technological reengineering dan cost reduction dan kemudian mendapati barang-barang itu ditolak pasar. General Motors masih berkutat sampai saat ini untuk memperoleh jawaban mengapa hampir di seluruh dunia mobil Jepang (dan sekarang Korea) lebih disukai dan mudah laku daripada mobil produksinya. IBM saat ini pun kedodoran karena terpaku dengan pangsa mainframe; sebaliknya pasar bergerak ke arah microcomputer, computer networking dan computer workstation. Rancangan produk dengan kecanggihan Star Wars, tanpa masukan atau melupakan pelanggan pasca penjualan; ibarat menyuruh mereka beralih ke pesaing.

Rancangan produk hanyalah tingkat kepentingan fisik. Tak peduli itu rongsokan atau besi baja, industri hulu atau asongan, pengecer, retailer; kepentingan produk fisik lebih bergantung pada jasa yang ada didalamnya daripada kepemilikannya. Perusahaan sering membuat kekeliruan dengan lebih memperhatikan produk fisik daripada jasa yang diberikan produk itu. Perusahaan merasa menjual produk daripada memberikan solusi atas suatu kebutuhan. Orang beli mobil atau motor karena disitu diperoleh jasa transportasi. Karena mobil lebih banyak memuat barang dan orang, melindungi dari terik dan hujan, harga dan pangsanya berbeda. Ganja, kuaci ataupun besi baja hanyalah objek fisik produk. Objek fisik ialah jenis dan cara mengemas jasa yang ada dalam produk. Pemasar menjual manfaat atau jasa yang diwujudkan dalam produk objek fisik, bukan hanya menggambarkan ciri-ciri fisik produk tersebut. Pemasar dan penjual yang hanya memusatkan pemikirannya pada produk fisik, bukan kebutuhan pelanggan; hanya akan membuat pelanggan bermasalah. Esensi utama tugas pemasaran-penjualan dimulai dari pasca penjualan. Jika ini diabaikan, tak ubahnya sama dengan tempat pelelangan barang. Calon pembeli tetap datang, namun dipastikan lebih banyak pelanggan yang hengkang. Cintailah pelanggan, bukan produk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar